Senin, 22 Agustus 2016

Kayu Ulin Terancam Punah

Sumpit Kayu Ulin

Secara alami, species Eusideroxylon zwageri  dewasa bisa setinggi 50 m dengan diame-ter hingga 120 cm. Umumnya tumbuh di dataran rendah sampai ketinggian 400 m. Ia hi-dup terpencar atau mengelompok dalam hutan campuran. Uniknya ia mudah dibelah walaupun sangat sulit dipaku dan digergaji.
Menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature), ulin termasuk red list atau kategori rentan punah (vulnerable). Ia sulit dijumpai akibat over eksploitasi melalui aktivitas illegal logging dan perambahan hutan. Padahal di sisi lain pohon ini sulit dibudidayakan.
“Tanaman itu sulit dibudidayakan karena solid dan slow growing,” kata Nugroho Sulistyo Priyono, Kepala Bagian Evaluasi, Diseminasi, dan Perpustakaan Balitbang Kehutanan. Rata-rata pertumbuhannya hanya 0,058 cm/tahun. Artinya, perlu waktu sekitar 80-100 tahun agar ta-naman keras itu  bisa ditebang.
Padahal, peran pohon ulin dalam ekologi cukup besar. Ia tempat tinggal favorit bagi orangutan. Mereka suka memakan daun-daun ulin yang masih muda. Ia menghasilkan oksigen yang menyerap karbondioksida, memperta-hankan dan menahan air tanah, serta mempe-ngaruhi iklim mikro di sekitarnya.
Kayu ulin bernilai ekonomi tinggi. Sifatnya yang kokoh sekaligus awet dimanfaatkan seba-gai konstruksi berupa tiang fondasi bangunan, atap kayu (sirap), papan lantai, bahan untuk bangunan jembatan, bantalan kereta api dan kegunaan lainnya. Keberadaan primadona endemik Kalimantan ini kian sulit ditemukan. Kalau pun ada harganya sangat mahal.
Ulin juga dapat dijadikan bahan herbal. “Ulin termasuk jenis tanaman obat,” papar Marfuah Wardani, peneliti Balitbang Kehutanan Bidang Botani kepada Majalah Sains Indonesia di Bogor (8/12). Ada tiga jenis bagian dari kayu ulin, menurut Marfuah, bisa dimanfaatkan untuk kesehatan yaitu daun muda, esktrak biji, dan buahnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar